Friday 7 October 2011




MANAJEMEN KONFLIK DAN DINAMIKA KELOMPOK






 













DI SUSUN OLEH :
Nama    : sukarwan
Nim      : A11000596
Prodi     : S1 Keperawatan





PRODI S1 KEPRAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2010







Manajemen Konflik

Definisi dan Teori-teori Konflik

Teori Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.

Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
  • Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
  • Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
  • Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
  • Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
  • Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik
Menurut Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
Teori-teori Konflik
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
a. Teori hubungan masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
Ø   Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhrinsip.
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
Ø  Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.



Ø  Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
Ø  Teori transformasi konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.
Penyebab Konflik

Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.

B. Faktor Organisasi
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.

2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.

3. Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.

4. Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.

5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
7. Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang bagus tentang management skills dan personal development.
Akibat-akibat Konflik

Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.


Akibat negatif
• Menghambat komunikasi.
• Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
• Mengganggu kerjasama atau “team work”.
• Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
• Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
• Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.

Akibat Positif dari konflik:

• Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
• Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
• Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
• Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
• Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.

Cara atau Taktik Mengatasi Konflik

Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.

Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa:
Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.

Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.

Intervensi (campur tangan) pihak ketiga

Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.

Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan Dalam Mengatasi Konflik:
1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.

Konflik yang muncul dalam teamwork yang merupakan akibat adanya perbedaan kepribadian, persepsi, pengalaman, tujuan, motivasi ataupun kepercayaan tiap anggota organisasi yang saling berinteraksi sosial dalam pekerjaan. Tak dapat disangkal lagi apabila hingga kini kita makin akrab dengan konflik. Namun kini kita tak perlu lagi merasa takut dan ngeri mendengarnya. Karena, ternyata konflik yang terjadi tidak selamanya membawa akibat buruk sepanjang dapat dikelola dengan baik. Justru dengan adanya konflik akan memancing daya kreasi dan inovasi anggota organisasi baik secara individu maupun secara kolektif.
     Banyak cara atau pun trik yang dapat diterapkan untuk mengatasi dan bahkan mengurangi sensitivitas anggota terhadap pemicu konflik potensial di antara mereka. Berbagai macam training, seperti sensitivity training, diversity training program atau pun cross-cultural training (Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, 2000:254), dapat dilakukan untuk menjawab masalah konflik sehingga sumber daya manusia dalam organisasi dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Di samping itu, organisasi juga perlu melakukan reorientasi fungsi manajemen sumber daya manusianya dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang senantiasa terjadi yaitu dengan cara :
  1. Membuat klarifikasi strategi bisnis melalui analisis, evaluasi dan kemungkinan solusi yang diperlukan.
  2. Realisasi internal manajemen sumber daya manusia (sebagai penyedia jasa, sebagai struktur fungsional dan sebagai manajemen organisasi).
  3. Memiliki kompetensi manusia dan organisasi.
Tiga jenis kompetensi yang mutlak diperlukan oleh organisasi dan sumber daya manusianya tersebut, adalah
  1. Organisasi perlu berubah menjadi organisasi yang berdasarkan pada kinerja network.
  2. Organisasi memiliki daya kreatif, inovatif dan proaktif terhadap perubahan.
  3. Organisasi memiliki entrepeneurial, intrapreneurial and learning spirit yang terbangun dari anggotanya.
           Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan konflik yang bersifat disfungsional) yang justru merusak  spirit sinergisme organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment. Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul (Dawn M. Baskerville, 1993:65) yaitu :
  1. Avoiding; gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
  2. Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
  3. Compromising; merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
  4. Competing; artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose solution).
  5. Collaborating; dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
  6. Conglomeration (mixtured type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik.
           Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau organisasi di dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi, kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan yang dianut oleh seseorang atau organisasi.
           Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya mengelola konflik merupakan fungsi dari kondisi khusus tertentu dan orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam menghadapai konflik tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut. Pada level subkultur (subculture), shared values dapat dipergunakan untuk memprediksi pilihan seseorang pada gaya dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Subkultur seseorang diharapkan dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk perilaku yang sama dengan budayanya (M. Kamil Kozan, 2002:93-96).
           Dalam masyarakat  tradisional yang masih dipenuhi dengan nilai-nilai kesopanan, budaya saling membantu yang masih sangat kental, sangat ramah tamah, dan sebagainya akan cenderung untuk menghindari konflik. Berbeda dengan masyarakat yang bersifat power seekers, mereka cenderung untuk saling bersaing dalam menghadapi konflik yang muncul dengan berorientasi pada kekuasaan (power), wewenang (authority) dan kemakmuran secara ekonomis. Sedangkan organisasi atau seseorang yang berada dalam masyarakat yang bersifat egalitarians lebih menyukai gaya akomodasi dalam menyelesaikan konfliknya dengan menghargai pada keadilan (justice), kesederajatan (equality), dan saling memaafkan (forgiveness). Gaya akomodasi ini lebih mendahulukan kepentingan pihak lain daripada kepentingan diri sendiri atau kepentingan golongannya sendiri. Gaya menyelasaikan konflik dengan kolaborasi terdapat pada masyarakat yang bertipe stimulation seekers, dimana pihak-pihak yang terlibat konflik saling terbuka dan berbagi pengalaman masing-masing yang pada akhirnya menghasilkan jalan keluar yang saling menguntungkan.

 5 model manajemen konflik

Bila anda telah melakukan identifikasi dan klasifikasi konflik yang terjadi serta efek yang ditimbulkan, maka anda harus memiliki langkah ataupun strategi untuk mengatasi konflik tersebut. Jika anda belum memiliki strategi, di bawah ini akan dibahas 5 pendekatan atau model penyelesaian konflik berdasarkan pendapat Dr. William Hendricks, yang dapat anda gunakan sesuai dengan kondisi konflik yang terjadi.
1. Model penyelesaian konflik dengan mempersatukan (Integrating)
2. Model penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu (obliging)
3. Model penyelesaian konflik dengan mendominasi (dominating)
4. Model penyelesaian konflik dengan menghindar (avoiding)
5. Model penyelesaian konflik dengan kompromis (compromising)


Faktor fator yang mendorong perubahan dan perkembangan kelompok sosial
  • Proses formasi dan reformasi dari pola pola yang terdapat dalam kelompok itu sendiri
  • Tekanan dan pengaruh internal eksternal
  • Konflik intern ( antar anggota kelompok )
  • Pergantian anggota kelompok
  • Perubahan pada situasi sosial ekonomi, politik, budaya yang serba / terlalu cepat
Group develompment
Indikator yang dijadikan tolak ukur tingkat perkembangan kelompok :
  • Adaptasi : Proses adaptasi berjalan dengan baik bila :
    • Setiap individu terbuka untuk memberi dan menerima informasi yang baru
    • Setiap kelompok selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan dinamika kelompok tersebut
    • Setiap anggota memiliki kelenturan anggota lain tanpa merasa integrasinya terganggu
  • Pencapaian tujuan :
    • Individu bersedia menunda kepuasan personal dan melepas ego personalnya untuk pencapaian tujuan kelompok secara bersama sama
Tahap tahap perkembangan kelompok
  • Tahap pra affiliasi
    • Merupakan tahap permulaan, diawali dengan adanya perkenalan semua individu akan saling mengenal satu sama lain. Kemudian hubungan berkembang menjadi kelompokyang sangat akrab dengan saling mengenal sifat dan nilai masing – masing anggota.
  • Tahap Fungsional
    • Ditandai dengan adanya perasaan senang antara satu dengan yang lain, tercipta hemogenitas, kecocokan dan kekompakkan. Pada akhirnya akan terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi kelompok
  • Tahap disolusi
    • Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelompok sudah mempunyai rasa tidak membutuhkan lagi dalam kelompok maupun ketiadaan harmoni sehingga terjadi pembubaran kelompok
Kelompok sosial dan dinamika kelompok sosial :
Pengertian : Kelompok sosial merupakan himpunan manusia yang hidup bersama dalam suatu perikatan sosial dan kultural
Sherif Musharif : Kelompok sosial adalah merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua kelompok atau individu yang telah mengadakan interaksi sosial dengan intensif, terdapat pembagian tugas, struktur dan norma norma tertentu yang khas bagi kesatuan sosial tersebut.
Jenis kelompok sosial
  • Charles H. Colley
    Kelompok soial primer : ditandai adanya hubungan individual yang bersifat personal, mendalam dan intensif, tidak memperhitungkan masalah keuntungan finansial. Misalnya keluarga, paguyuban, peer group, RT dan sebagainya.
    Apa peranan dan fungsi kelompok sosial primer?
    • membentuk frame of personality
    • Mengembangkan kecakapan sosial dasar, kultural dan spiritual / religiusitas
    • Mentatalaksanakan kehidupan emosional, spiritual
    • Membentuk nilai nilai dasar human pilantropis.
Kelompok sosial sekunder
  • Pengertian : Himpunan mamnusia yang terangkum dalam suatu wadah formal berdasarkan kepentingan dan motivasi pribadi masing – masing individu
  • Kelompok sosial sekunder ini terbentuk karena adanya kesadaran dalam diri individu bahwa untuk mencapai suatu tujuan harus dikerjakan bersama orang lain
  • Peranan dan fungsi : Sebagai “alat” mencapai tjuan ( bersama maupun individual ), aktualisasi ide / gagasan, implementasi aktualisasi diri, hasrat sosial, kooperasi, kompetisi, dll
Out Group dan in group feeling
  • In group : suatu perasaan perikatan antara satu orang dengan orang lain dalam suatu kelompok sosial tertentu. Perasaan tersebut sangat kuat sehingga membentuk suatu perilaku – perilaku sosial tertentu seperti : Solidaritas, kesediaan berkorban, kerja sama, konformitas, obediance, dll.
  • Out group : Out side feeling, seseorang merasa bukan bagian dari kehidupan kelompok. Out group feeling selalu ditandai munculnya perilaku antogonistik dan antipati. Sehingga muncul gejala prejudiace, paranoid, etnocentristic, non koperatif, lalai, EGP, dan sebagainya.







DINAMIKA KELOMPOK


Tujuan Pembelajaran:
Setelah dilakukan proses pembelajaran selama 2x50 menit maka diharapkan mahasiswa mampu:
  1. Menjelaskan pengertian dinamika kelompok
  2. Menjelaskan fungsi dinamika kelompok
  3. Menjelaskan jenis kelompok sosial
  4. Menjelaskan ciri kelompok sosial
  5. Menjelaskan proses pembentukan
  6. Menjelaskan tahap tumbuh kembang kelompok
  7. Menjelaskan keunggulan dan kelemahan dalam kelompok
  8. Menjelaskan pentingnya dinamika kelompok dalam keperawatan
 
 










  1. Pengertian Dinamika Kelompok
Dinamika kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok. Dinamika berati interaksi atau interdependensi antara kelompok satu dengan yang lain, sedangkan Kelompok adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama.
Maka Dinamika Kelompok  merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami.
  1. Fungsi Dinamika Kelompok
Dinamika kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam sebuah kelompok. Fungsi dari dinamika kelompok itu antara lain:
1.      Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup. (Bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.)
2.      Memudahkan segala pekerjaan.
(Banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan orang lain)
3.      Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga seleseai lebih cepat, efektif dan efesian.
(pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian kelompoknya masing-masing / sesuai keahlian)
4.      Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
(setiap individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki peran yang sama dalam masyarakat)
  1. Jenis Kelompok Sosial
Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang mengadakan interaksi sosial agara ada pembagian tugas, struktur dan norma yang ada.

Berdasarkan pengertian tersebut kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa, antara lain:
1.      Kelompok Primer
Merupakan kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan.
Sedangkan menurut Goerge Homan kelompok primer merupakan sejumlah orang yang terdiri dari beberapa orang yang acapkali berkomunikasi dengan lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) tanpa melalui perantara.
Misalnya: keluarga, RT, kawan sepermainan, kelompok agama, dan lain-lain.
2.      Kelompok Sekunder
Jika interaksi sosial terjadi secara tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya kurang kekeluargaan. Hubungan yang terjadi biasanya bersifat lebih objektiv.
Misalnya: partai politik, perhimpunan serikat kerja dan lain-lain.
3.      Kelompok Formal
Pada kelompok ini ditandai dengan adanya peraturan atau Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) yang ada. Anggotanya diangkat oleh organisasi.
Contoh dari kelompok ini adalah semua perkumpulan yang memiliki AD/ART.
4.      Kelompok Informal
Merupakan suatu kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Keanggotan kelompok biasanya tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari individu dan kelompok Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas tapi bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati
Misalnya: kelompok arisan,
  1. Ciri Kelompok Sosial
Suatu kelompok bisa dinamakan kelompok sosial bila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Memiliki motive yang sama antara individu satu dengan yang lain.
(menyebabkan interkasi/kerjasama  untuk mencapai tujuan yang sama)
2.      Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan antara individu satu dengan yang lain
(Akibat yang ditimbulkan tergantung rasa dan kecakapan individu yang terlibat)
3.      Adanya penugasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri dari peranan serta kedudukan masing-masing
4.      Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

  1. Pembentukan Kelompok
Pembentukan kelompok dapat diawali dengan adanya persepsi, perasaan atau motivasi, dan tujuan yang sama dalam memanuhi kebutuhannya. Seperti yang terlihat dalam bagan berikut ini:



 

















Penjelasan dari bagan diatas:
 Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan  membentuk sebuah kelompok.
Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan kedudukan masing-masing anggota (siapa yang menjadi ketua atau anggota). Interaksi yang terjadi suatu saat akan memunculkan perbedaan antara individu satu dengan lainnya sehingga timbul perpecahan (konflik).  Perpecahan yang terjadi bisanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok berusaha menyesuaikan diri demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian, perubahan dalam kelompok mudah terjadi.

Langkah proses pembentukan Tim diawali dengan pembentukan kelompok, dalam proses selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut:
1.      Persepsi
Pembagian kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan intelegensi yang dilihat dari pencapaian akademis. Misalnya terdapat satu atau lebih punya kemampuan intelektual, atau yang lain memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan anggota yang memiliki kelebihan tertentu bisa menginduksi anggota  lainnya.
2.      Motivasi
Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota kelompok untuk berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan kelompok. Perbedaan kemampuan yang ada pada setiap kelompok juga akan memicu kompetisi internal secara sehat. Dengan demikian dapat memicu anggota lain melalui transfer ilmu pengetahuan agar bisa memotivasi diri unuk maju.
3.      Tujuan
Terbentuknya kelompok karena memiliki tujuan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas kelompok atau individu.
4.      Organisasi
Pengorganisasian dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan proses kegiatan kelompok. Dengan demikian masalah kelompok dapat diselesaikan secara lebih efesien dan efektif.
5.      Independensi
Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok. Kebebasan disini merupakan kebebasan setiap anggota untuk menyampaikan ide, pendapat, serta ekspresi selama kegiatan. Namun demikian kebebasan tetap berada dalam tata aturan yang disepakati kelompok.
6.      Interaksi
Interaksi merupakan syarat utama dalam dinamika kelompok, karena dengan interaksi akan ada proses transfer ilmu dapat berjalan secara horizontal yang didasarkan atas kebutuhan akan informasi tentang pengetahuan tersebut.
  1. Pertumbuhan dan Perkembangan Kelompok
Indikator yang dijadikan pedoman untuk mengukur tingkat perkembangan kelompok adalah sebagai berikut:
1.      Adaptasi
Proses adaptasi berjalan dengan baik bila:
a)      Setiap individu terbuka untuk memberi dan menerima informasi yang baru
b)      Setiap kelompok selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan dinamika kelompok tersebut.
c)      Setiap anggota memiliki kelenturan untuk menerima ide, pandangan, norma dan kepercayaan anggota lain tanpa merasa integritasnya terganggu.
2.      Pencapaian tujuan
Dalam hal ini setiap anggota mampu untuk:
a)      menunda kepuasan dan melepaskan  ikatan dalam rangka mencapai tujuan bersama
b)      membina dan memperluas pola
c)      terlibat secara emosional untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan kemampuannya.
Selain hal diatas, perkembangan kelompok dapat ditunjang oleh bagaimana komunikasi yang terjadi dalam kelompok. Dengan demikian  perkembangan kelompok dapat dibagi menjadi tiga tahap, antara lain
1.      Tahap pra afiliasi
Merupakan tahap permulaan, diawali dengan adanya perkenalan semua individu akan saling mengenal satu sama lain. Kemudian hubungan berkembang menjadi kelompok yang sangat akrab dengan saling mengenal sifat dan nilai masing-masing anggota.
2.      Tahap fungsional
Ditandai dengan adanya perasaan senang antara satu dengan yang lain, tercipta homogenitas, kecocokan, dan kekompakan dalam kelompok. Pada akhirnya akan terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi kelompok.
3.      Tahap disolusi
Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelopok sudah mempunyai rasa tidak membutuhkan lagi dalam kelompok. Tidak ada kekompakan maupun keharmonisan yang akhirnya diikuti dengan pembubaran kelompok.
  1. Keunggulan dan Kelemahan dalam Kelompok
Dalam proses dinamika kelompok terdapat faktor yang menghambat maupun memperlancar proses tersebut yang dapat berupa kelebihan maupun kekurangan dalam kelompok tersebut.
1.      Kelebihan Kelompok
·         Keterbukaan antar anggota kelompok untuk memberi dan menerima informasi & pendapat anggota yang lain.
·         Kemauan anggota kelompok untuk mendahulukan kepentingan kelompoknya dengan menekan kepentingan pribadi demi tercapainya tujuan kelompok
·         Kemampuan secara emosional dalam mengungkapkan kaidah dan norma yang telah disepakati kelompok.
2.      Kekurangan Kelompok
Kelemahan pada kelompok bisa disebabkan karena waktu penugasan, tempat atau jarak anggota kelompok yang berjauhan yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas pertemuan.
  1. Pentingnya Dinamika Kelompok dalam Perawatan
·         Profesi Keperawatan merupakan bagian dari profesi kesehatan yang anggotanya terdiri atas perawat dalam satu ikatan profesi yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama dalam bidang keperawatan
·         Profesi keperawatan terbentuk dari adanya suatu kelompok-kelompok perawat  yang memiliki tradisi, norma, prosedur dan aktivitas yang sama.
·         Setiap anggota saling tergantung satu dengan yang lain karena saling membutuhkan bantuan.
Setiap anggota profesi memiliki ciri-ciri yang berbeda dan dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
a)      Anggota Psikologis
Secara psikologis memiliki minat untuk berpartisifasi dalam kelompok norma
b)      Anggota Marginal
Kelompok menerima baik keanggotaannya tetapi bersikap menjauh  atau tidak ingin terlalu terlibat dalam kelompoknya.
c)      Anggota Pemberontak
Anggota kelompok yang bersikap menentang dan tidak bersedia menerima norma yang ada.


Kualifikasi kelompok (Malkolm & Knowles, 1975)
  • Keanggotaan Jelas
  • Kesadaran anggota sebagai kelompok
  • Adanya persamaan perasaan tentang tujuan
  • Saling ketergantungan : menyatu dalam kelompok
  • Terjadi interaksi : komunikasi mempengaruhi, bereaksi
  • Kemampuan untuk bertindak sesuai cara kelompok
Kualifikasi dapat tercapai jika ada interaksi lama ( Sukamta, 1980)
Hasil :
  • Rasa Memiliki
  • Solidaritas
  • Interdependent
  • Norma kelompok
  • Struktur kelompok
Tahap pembentukan kelompok
  • Performing
  • Pancaroba
  • Pembentukan Norma
  • Berprestasi
Performing
  • Individu Penjajagan
  • Meletakkan pola dasar perilaku kelompok
  • Penjajagan situasi kelompok
  • Rasa kekelompokan
Pancaroba
  • Memperluas tujuan kelompok
  • Identifikasi kekuatan/kelemahan individu
  • Muncul konflik dan kerjasama
Pembentukan norma
  • Melihat karakteristik kepribadian lebih dalam
  • Meningkatkan Kohesivitas dan trust
  • Perilaku boleh dan tidak boleh
Berprestasi
  • Hubungan Harmonis
  • Inovasi Berkembang
  • Prestasi kerja optimal































DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, AAA. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Dawn M. Baskerville. May 1993. How Do You Manage Conflict?. Black Enterprise.Evert Van De Vliert (University of Groningen) and Boris Kabanoff (University of New South Wales). March 1990. Toward Theory-Based Measures Of Conflict Management. Academy of Management Journal. 

Laurence Prusak, Don Cohen. June 2001. How to Invest in Social Capital.

M. Kamil Kozan. 2002. Subcultures and Conflict Management Style. Management International Review.

Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright. 2000. Human Resource Management:Gaining a Competitive Advantage. International Edition.. Third Edition. McGraw-Hill Companies. Inc.

Rebecca Sisco. February 1993. What To Teach Team Leaders.

Richard Davis. 1998. Exploding the myths of high performance teams. Buckingham. UK: Vanguard Consulting Ltd.