STAPHYLOCUS AUREUS

Di susun oleh :
SUKARWAN ( A11000596 )
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2011
PEMBAHASAN
Staphylococcus aureus
| ||||||||||||||||
| ||||||||||||||||
Staphylococcus aureus |
MORFOLOGI
S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar Habitat alami S aureus pada manusia adalah di daerah kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S. aureus tidak bersifat patogen (mikroflora normal manusia).
SIKLUS HIDUP
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karir. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.
AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul,jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat.
Quorum Sensing
S.aureus memiliki kemampuan Quorum sensing menggunakan sinyal oligopeptida untuk memproduksi toksin dan faktor virulensi.
1. Eksotoksin-a yang sangat beracun.
2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah.
3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.
4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.
5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan. (Supardi dan Sukamto, 1999
2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah.
3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.
4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.
5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan. (Supardi dan Sukamto, 1999
a. Enterotoksin
Enterotoksin menyebabkan keracunan makanan. Enterotoksin merupakan superantigen yang lebih stabil pada suhu panas jika dibandingkan dengan S. aureus. enterotoksin (A, B, C, D, dan E) menginduksi diare, muntah dan shock.
6. Koagulase
S. aureus produksi enzim koagulase yang berfungsi unuk menggumpalkan firinogen di dalam plasma darah sehingga S. aureus terlindung dari fagositosis dan respon imun lain dari inang.
7. Protein A
Letak protein A ada pada dinding sel S. aureus dan dapat mengganggu sistem imun inang dengan mengikat antibodi immunoglobin G(IgG).
8. Leukocidin
9. Exfoliatin
Exfoliatin termasuk dalam superantigen juga, menyebabkan sindrom kulit melepuh pada anak-anak.
PENGOBATAN
Resisten penisilin
Hampir semua isolat S. aureus resisten terhadap penisilin G. Hal ini disebabkan oleh keberadaan enzim β-laktamase yang dapat merusak struktur β-laktam pada penisilin. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisilin yang bersifat resisten β-laktamase, contohnya nafcillin atau oksasilin.
Resisten Metisilin (Methicillin-resistant S. aureus/MRSA)
Sebagian isolat S. aureus resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi protein pengikat penisilin. Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotic β-laktam, sehingga terapi β-laktam tidak responsif. Salah satu contoh antibiotik yang digunakan terhadap MRSA adalah vankomisin
PENCEGAHAN
Tidak ada vaksin yang efektif terhadap S. Aureus. Kontrol infeksi lebih ditujukan pada tindakan menjaga kebersihan, contohnya mencuci tangan.
DAFTAR PUSTAKA