Friday, 7 October 2011


NAEGLERIA FOWLERI


               Dari semua Free Living Amebae (FLA), salah satu spesies yang paling banyak menyerang manusia adalah Naegleria. Naegleria fowleri adalah protozoa yang menyebabkan Primary Amebic Meningoencephalitis (PAM). PAM ini bersifat akut, fatal dan dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan kematian, bahkan sebelum diagnosa dapat ditegakkan.
               Naegleria fowleri adalah organisme free-living ameba yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Pada tahun 1965, Fowler dan Carter mempublikasi sebuah laporan kasus yang terjadi pada  4 orang penderita di Australia. Laporan ini pertama kali menghubungkan antara Naegleria fowleri dan penyakit yang menyerang susunan saraf pusat. Pada awalnya peneliti tersebut beranggapan bahwa ameba penyebab dari penyakit tersebut adalah genus Acanthameba, tetapi setelah penelitian lebih lanjut amoeba penyebabnya cenderung mengacu kepada Naegleria fowleri.
               Di tahun-tahun berikutnya, dilaporkan 4 kasus yang terjadi di Amerika Serikat, satu kasus di Texas oleh Patras dan Andujar (tahun 1966) dan 3 kasus lainnya di Florida oleh Butt
(tahun 1966). Butt menamakan penyakit ini sebagai Primary Amebic Meningoencephalitis (PAM).  Namun yang pertama kali mengisolasi ameba ini dari dua kasus Primary Amebic Meningoencephalitis di Australia adalah Fowler (tahun 1970).

EPIDEMIOLOGI
               Naegleria fowleri dapat ditemukan di seluruh dunia dan dapat diisolasi dari air, tumbuhan air, kolam renang air hangat, hidroterapi, limbah, dan kadang kala pada hapusan dari saluran nafas individu yang sehat.
Tipikal kasus PAM terjadi pada musim panas, dimana Naegleria fowleri berproliferasi dengan cepat seiiring dengan meningkatnya temperatur.
Penderita penderita PAM biasanya memiliki riwayat kontak dengan air seperti berenang di danau, sungai atau kolam renang yang dapat terinfeksi oleh organisme ini beberapa hari sebelum timbulnya gejala.
Selama periode yang kering dan meningkatnya temperatur ini, konsentrasi Naegleria fowleri akan meningkat. Pada beberapa kasus, ada indikasi bahwa organisme ini juga dapat ditularkan melalui inhalasi dari debu yang terkontaminasi.
Walaupun PAM dapat terjadi di seluruh dunia dan sampai saat ini sudah lebih dari 200 kasus yang dilaporkan yang terjadi di seluruh dunia, namun kasus yang terbanyak dilaporkan dari Amerika Serikat dan Australia.
Hal ini mungkin disebabkan adanya kemampuan untuk mendiagnosa penyakit ini. Kasus yang pernah dilaporkan juga terjadi di Afrika, Belgia, New Zealand, Inggris, Chekoslowakia, Itali, India dan Amerika Tengah.
Sampai November 2002 sudah dilaporkan 95 kasus PAM yang terjadi Amerika Serikat. Kasus ini ditemui di sepanjang Virginia sampai Florida. Beberapa kasus juga dijumpai di Texas selama tahun 1990-an.
Kasus ini terjadi lagi di tahun 2005 yang menewaskan 2 orang anak laki-laki Oklahoma setelah berenang di daerah Tulsa.
Demikian juga sepanjang musim panas pada tahun 2007, telah dilaporkan 6 kasus  yang mengakibatkan kematian yaitu  3 orang anak laki-laki di Florida (bulan Juli),  1 orang anak laki-laki berusia 12 tahun dan seorang laki-laki dewasa muda berusia 22 tahun di Danau LBJ,  Texas dan 1 orang anak laki-laki berusia 14 tahun yang sebelumnya berenang di Danau Havasu, Arizona (bulan September).
Tingkat  kejadian PAM tidak berhubungan dengan ras dan jenis  kelamin tertentu. Biasanya menyerang individu yang sehat dan biasanya terjadi pada usia anak-anak dan dewasa muda. Kasus dengan penderita termuda yang pernah dilaporkan yaitu anak berusia 8 bulan.

TAKSONOMI
Naegleria fowleri   tergolong ke dalam :
Kingdom  : Protista
Subkingdom  : Protozoa
Phylum  : Sarcomastigophora
Sub phylum  : Sarcodina
Superkelas  : Rhizopodea
Kelas   : Lobosea
Sub Kelas  : Gymnamoebia
Ordo   : Schizopyrenida
Family   : Vahlkampfiidae
Genus    : Naegleria
Spesies : Naegleria fowleri

MORFOLOGI
               Naegleria fowleri dikenal dengan karakteristik yang disebut amebaflagellata, yaitu memiliki bentuk amoeboid dan flagellata dalam siklus hidupnya. Siklus hidupnya terdiri atas stadium  trophozoit (amoeboid dan flagellata) yang motile dan bentuk kista yang non-motile dan resisten.
Trophozoit bentuk amoeboid adalah bentuk satu-satunya yang dijumpai pada manusia. Trophozoit dapat hidup di air, atau tanah yang lembab dan kultur jaringan atau media lainnya.
Trophozoit bentuk amoeboid ketika bergerak berbentuk memanjang, lebih lebar pada bagian anterior, yang dapat dengan jelas dibedakan dari bagian posterior yang menyempit, dan membentuk sebuah pseudopodia yang lebar. Berukuran 7-20 mm, memiliki 1 inti dengan karyosom sentral yang besar dan dikelilingi oleh sebuah halo, tanpa kromatin perifer.
Terdapat vakuola makanan yang biasanya terdiri dari bakteri pada saat berada dalam bentuk free-living, atau berisi debris sel pada saat menginfeksi manusia.
Trophozoit Naegleria fowleri yang dikultur dari cairan cerebrospinal dengan pewarnaan Trichrome.
Bentuk ameba berubah dengan cepat menjadi bentuk flagellata dengan 2 buah flagella ketika berada di dalam air, yang apabila dilakukan di laboratorium dapat diinduksi dengan menggunakan air suling untuk membantu diagnosa, dan dipertahankan pada suhu antara 27°-37° C.
Bentuk ameba biflagellata ini biasanya berbentuk seperti pir, dengan 2 buah flagella pada ujung bagian posterior yang melebar.
Bentuk flagellata ini bersifat sementara dan akan berubah kembali pada bentuk amoeboid. Perubahan ini terjadi paling lama 20 jam, dan biasanya beberapa dari bentuk  flagella dapat bertahan selama 2 hari atau lebih.
Bentuk flagellata Naegleria fowleri.
Dalam kondisi lingkungan yang tidak menyenangkan, trophozoit akan berubah menjadi bentuk kista.  Kista yang didapatkan dari kultur agar biasanya bulat, berinti satu, berdiameter 7-15 mm, dinding halus dengan ketebalan 1 mm.
Pada kista yang tidak diwarnai, hanya beberapa granul yang dapat terlihat, nukleus tidak jelas dan seringkali kista tampak kosong. Ketika diwarnai, nukleus memiliki tampilan yang sama dengan dengan trophozoit, tetapi lebih kecil (sekitar 1,5 mm). Dengan mikroskop elektron struktur tampak jelas termasuk pori-pori pada dinding kista dan mitokondria, endoplasma retikulum, vesikel dan granul sekretori.
Bentuk kista ditemukan di alam tetapi tidak ditemukan di jaringan SSP.

SIKLUS HIDUP
               Naegleria fowleri memiliki 3 stadium dalam siklus hidupnya, yaitu kista (1), trophozoit bentuk ameba (2) dan bentuk  flagella (3). Trophozoit ber-replikasi dengan cara promitosis (membran nukleus tetap utuh) (4). Naegleria fowleri ditemukan di air, tanah, kolam renang air hangat, hidroterapi dan kolam renang untuk pengobatan, akuarium, dan limbah. Trophozoit bentuk ameba dapat berubah menjadi bentuk flagella, dan dapat kembali berubah menjadi bentuk ameba. Menginfeksi manusia dengan cara  trophozoit  terhirup melalui hidung, yang kemudian akan menginvasi membran nasal, dan masuk ke ruang sinus paranasal  Trophozoit ini akan langsung menembus ciribriform plate di tulang ethmoidalis, dan masuk ke otak melalui nervus olfaktorius. Selanjutnya akan bermultiplikasi di jaringan Sistem Saraf Pusat (SSP) dan menyebabkan Primary Amebic Meningoencephalitis. Dapat diisolasi dari cairan serebro spinal (Cerebro Spinal Fluid/ CSF).

PATOGENESIS

               Masa inkubasi PAM berkisar antara 2-15 hari, tergantung pada virulensi ameba ini. Semakin lemah virulensinya, maka akan semakin panjang masa inkubasinya. Pada infeksi percobaan dengan Naegleria fowleri yang lemah, didapati masa inkubasinya berkisar 3-4 minggu.
Tropozoit Naegleria fowleri yang masuk melalui hidung dan melalui nervus olfaktorius akan penetrasi ke pleksus nervus sub mucosal melalui  ciribriform plate dan akan terus sampai ke ruang subarachnoid.
Protein dan glukosa yang terdapat pada cairan serebrospinal mendukung pertumbuhan ameba ini, yang bermultiplikasi dengan cepat dan menyerang parenkim otak. Tingginya kadar oksigen pada otak dan cairan serebrospinal juga membantunya untuk bertumbuh.
Invasi tropozoit dengan cepat memfagosit dan memakan sel darah merah dan jaringan otak, yang mengakibatkan severe hemorrhagic necrosis pada otak yang terkena. Jaringan otak tidak seperti sel darah merah, tidak dapat dimakan seluruhnya oleh tropozoit ini. Naegleria fowleri memproduksi amebostome yang memproduksi lisosomal hydrolase dan phospolipase. Naegleria fowleri juga dapat menggunakan heat-stable hemolytic protein, heat labile cytolisin, phospolipase A dan cysteine protease untuk membunuh sel yang terkena tropozoit ini.
Naegleria fowleri menghasilkan diffuse hemorrhagic meningoencephalitis yang mirip dengan purulen meningitis yang diakibatkan oleh bakteri. Bagian korteks sel kelabu adalah bagian yang terparah. Oleh karena edema yang hebat dari otak, maka tekanan cairan serebrospinal akan meningkat dan herniasi cerebelum dapat terjadi.

IMUNOLOGI
               Hanya sedikit informasi yang didapatkan mengenai respon antibodi terhadap infeksi Naegleria fowleri. Hal ini mungkin karena kebanyakan penderita meninggal dengan cepat sebelum  memproduksi antibodi pada level yang dapat dideteksi.
Berdasarkan bukti penelitian, imunitas  dimanifestasikan di mucosa hidung oleh sel polimorfonuklear (PMN) yang akan membunuh ameba. Walaupun ameba ini tidak dipengaruhi oleh rekombinan human interleukin 1 (Il-1) atau tumor necroting factor (TNF), namun akan menstimulasi adherens neutrofil kepada Naegleria fowleri. Ditelannya neutrofil oleh tropozoit ini akan memperpanjang masa inkubasi.
Kemampuan tropozoit untuk menelan neutrofil  menunjukkan faktor virulensi ameba ini. Tropozoit ini akhirnya akan dibunuh melalui aktivasi komplemen pada aliran darah.
Pada beberapa penelitian tersebut, didapati jumlah serum IgM, IgG dan IgA yang normal. Oleh karena Naegleria fowleri menginvasi otak melalui mucosa hidung, maka ada kemungkinan immunoglobulin memiliki peranan penting dalam mencegah infeksi ameba ini, dengan mencegah adhesi tropozoit ke epitel mucosa. Penelitian Rivera et al (2001),  mengevaluasi  sekresi antibodi IgA dan IgM yang dideteksi dengan ELISA  pada serum dan saliva dari 3 kelompok grup yaitu: 1) subyek dengan infeksi saluran penafasan bagian atas yang hidup di daerah endemik, 2) subyek yang sehat dari daerah endemik yang sama, 3) subyek sehat dari daerah non endemik. Dari hasil penelitian ini diketahui untuk pertama kali, bahwa antibodi IgA dan IgM yang melawan protein Naegleria fowleri ditemukan di saliva. Level ini meningkat secara signifikan pada subyek dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas. Antibodi IgA dan IgM yang terdapat di saliva dapat ditransport secara aktif melalui sel epitelial atau dapat dihasilkan dari transudasi dari darah melalui kerusakan kapiler. Antibodi IgA dan IgM yang mengenali  protein Naegleria fowleri mungkin diinduksi oleh imunitas spesifik atau reaksi silang dengan genus dan spesies ameba yang lain.

PATOLOGI
               Gambaran patologi yang dapat ditemukan pada otopsi yaitu hemispher cerebral yang biasanya membengkak dan edema. Karakteristik PAM yaitu nekrotik dan hemorrhagic pada korteks cerebral dan bulbus olfaktorius. Secara histopatologi,  PAM ditandai dengan dengan eksudat yang purulen, nekrotik, dan edema dengan hemorragic yang difus pada area kortikal dan parenkim otak. Tropozoit dapat ditemukan pada eksudat, walaupun akan sukar membedakannya di antara sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi yang banyak dijumpai yaitu sel-sel polimorfonuklear (PMN). Tropozoit dapat dijumpai dan dibedakan terutama pada ruang perivascular, dimana sel-sel inflamasi jarang ditemukan.. Tropozoit juga dapat ditemukan pada bulbus olfaktorius dan cairan serebrospinal. Kista tidak ditemukan pada lesi di otak.

GAMBARAN KLINIS
               Gambaran klinis yang didapati pada PAM sangat dramatis, namun hampir tidak dapat dibedakan dengan meningoencephalitis yang diakibatkan oleh bakteri.
1.      Infeksi Naegleria fowleri biasanya terjadi pada dewasa muda dan anak-anak yang sehat dan  sebelumnya mempunyai riwayat berenang atau menyelam di airhangat sekitar 7-14 hari sebelumnya. Kebanyakan gejala pertama kali muncul 2-5 hari setelah paparan terakhir, yaitu  demam, sakit kepala pada area bifrontal atau bitemporal,  mual dan muntah.

2.      Dapat timbul beberapa gejala yang berhubungan dengan persepsi olfaktorius yaitu gangguan dalam mengecap dan menghidu. Namun gejala ini tidak selamanya dapat terjadi.
3.      Iritasi meningeal dapat ditandai peningkatan tekanan intra kranial yaitu dengan timbulnya gejala kejang, kaku kuduk yang ditandai dengan Kernig?s sign dan Brudzinski?s sign yang positif.
4.      Dapat timbul kelumpuhan yang meliputi saraf kranial III, IV dan V seperti cerebellar ataksia dan penurunan  refleks tendon yang mengindikasikan adanya edema otak dan herniasi.
5.      Status perubahan mental terjadi pada dua pertiga kasus yang pernah dilaporkan dan keadaan penderita akan semakin menurun menjadi koma dan akhirnya akan meninggal dalam waktu sekitar 1 minggu setelah munculnya gejala .
6.      Kebanyakan kasus PAM berakhir dengan kematian. Namun pada beberapa kasus yang dilaporkan ada penderita yang dapat tetap hidup tanpa adanya gejala neurologis sisa. Penyebab kematian biasanya adalah karena meningkatnya tekanan intra kranial dengan herniasi otak yang akan menyebabkan terhentinya sistem cardiorespiratori.


DIAGNOSA
Diagnosa Banding
               Oleh karena gambaran klinisnya yang tidak spesifik, maka diagnosa bandingnya
meliputi meningoencephalitis yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Pemeriksaan Penunjang
    -     Laboratorium
    -     Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal akan tampak kelabu sampai purulen. Adanya dominasi sel leukosit Polimorfonuklear (PMN) dan tidak ditemukannya bakteri. Ditemukan juga adanya eritrosit. Tekanan intraserebral meningkat. Konsentrasi glukosa akan menurun tetapi konsentrasi protein akan meningkat.
Tropozoit dapat dideteksi dengan pergerakannya dengan sebuah tetesan cairan serebrospinal yang diamati di bawah mikroskop dengan pewarnaan Wright, Giemsa, hematoxylin dan eosin atau dengan iron hematoxylin. Namun dengan pewarnaan Gram, tropozoit tidak akan
Terlihat.
-          Kultur
Teknik kultur dengan menggunakan media yang terdiri dari 1,5% non-nutrient agar plates  dengan penambahan Escherichia coli. Media tersebut akan  diinkubasi pada suhu 37° C dan diamati setiap hari. Ameba ini akan memakan bakteri tersebut di lingkungan aerob seperti di habitatnya yang alami.

-          PCR dan Indirect Immunofluorescent Antibody
Teknik ini dipergunakan untuk mengidentifikasi organisme, yang biasanya dilakukan di laboratorium Centers for Disease Control and Prevention.
      -     Biopsi otak
Biopsi otak secara potensial dapat dipergunakan untuk mendeteksi tropozoit ini dan gambaran karakteristik histopatologi, namun hingga kini belum ada data kasus PAM yang didiagnosa melalui biopsi otak.
-           Pemeriksaan Neuroimaging
Pemeriksaan dengan CT-Scan dan MRI diperlukan untuk menilai edema cerebri.

PENATALAKSANAAN
               Lebih dari 95% kasus PAM berakhir dengan kematian bahkan sebelum diagnose dapat ditegakkan. Pada beberapa pasien yang tetap hidup, pengobatan yang diberikan
yaitu Amphotericin B dengan dosis 1-1.5 mg/kg/hari IV dan 1-1.5 mg/hr intrathecal.
Sebagai terapi tambahan diberikan rifampin, miconazole, dan sulfisoxazole.

PENCEGAHAN
               Temperatur yang hangat, ketersediaan makanan yang mencukupi dan kemungkinan kadar pH yang optimal serta oksigen yang cukup adalah merupakan habitat yang memungkinkan amoeba ini dapat berkembang.
Pencegahan Naegleria fowleri dilakukan dengan pemanasan air sampai diatas 60° C dan pemberian chlorine 0,5-1 mg/l. Pemberian chlorine ini terbukti efektif baik untuk air minum maupun air di kolam renang.
Namun hal ini tidaklah mungkin dilakukan di daerah rekreasi umum lainnya seperti danau dan sungai. Sehingga tindakan pencegahan yang terpenting adalah dengan memberikan peringatan, terutama pada saat musim panas.

PEMBAHASAN
ACCANTHAMOEBA


A.  Morfologi Accanthamoeba
Berbeda dengan spesies sebelumnya, accanthamoeba memiliki bentuk trofozoit dan kista, tidak ada bentuk flagellatanya.
Bentuk trofozoit memiliki ciri khas berupa pseudopodia yang lancip, disebut acanthopodia. Memiliki satu inti dengan karyosom sentral yang besar, tanpa kromatin perifer.
Kistanya bulat, memiliki satu inti. Dindingnya dua lapis, lapisan terluarnya bergerigi dan tidak teratur.
Penularan biasanya tidak berhubungan dengan kolam renang. Infeksi SSP berlangsung secarahematogen setelah inhalasi / aspirasi bentuk trofozoit maupun kista, atau melalui kulit atau mukosa yang luka secara invasi vaskular langsung.

B.  Siklus Hidup Accanthamoeba


Description: Acanthamoeba_LifeCycle
C.  Patologi
Masa inkubasi berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Organisme yang terinhalasi akan menimbulkan pneumontis. Invasi melalui kulit akan menstimulasi timbulnya granuloma dalam waktu yang lambat. Granulomatous amebic encephalitis (GAE) yang ditimbulkan oleh acanthamoeba bersifat progresif lambat, dan biasanyatimbul pada penderita yang immunocompromised. Gejalanya mulai dari sakit kepala, demam, kelelahan, hingga kaku kuduk, dan penurunan kesadaran.
Keratitis oleh acanthamoeba biasanya terjadi pada pengguna lensa kontak yang kurang bersih, yang terkontaminasi oleh organisme. Infeksi dapat pula terjadi melalui trauma.




D.  Cara Pencegahan
Penularan tidak berhubungan dengan kolam renang. Infeksi SSP berlangsung secarahematogen setelah inhalasi / aspirasi bentuk trofozoit maupun kista, atau melalui kulit atau mukosa yang luka secara invasi vaskular langsung.
Untuk itu pencegahan Accanthamoeba dapat dilakukan dengan menghindari penggunaan kontak lensa.

E.  Pengobatan
Walaupun berlangsung lambat, banyank di antara infeksi ini yang terlambat didiagnosis. Pemeriksaan dilakukan dengan menemukan bentuk trofozoit pada spesimen cairan spinal, lesi kulit, atau kornea. Kultur dapat dilakukan pada agar yang sudah ditanami bakteri E. Coli.
Terapi yang digunakan belum ada yang memuaskan, namun penggunaan Amphotericin B dengan sulfadiazin dapat memperlambat perjalanan penyakit dan mengurangi mortalitas.